PARENTINGISLAM.ID – – Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) menjadi salah satu risiko kesehatan yang bisa terjadi bila Bunda terpapar polusi udara. Risiko terkena ISPA dapat meningkat pada kelompok yang rentan, seperti ibu hamil.
Menurut Dokter spesialis Paru dan Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), ISPA biasanya disebabkan oleh bakteri, virus, atau mikroorganisme lainnya seperti kuman yang terhirup oleh manusia, yang menyebabkan infeksi di lokasi saluran napas hingga menyebabkan gejala-gejala penyakit, seperti sakit tenggorokan, batuk berdahak, demam atau meriang.
“Pada beberapa populasi, ISPA bisa berlanjut menjadi infeksi yang lebih berat, seperti menjadi radang paru atau pneumonia,” kata Agus dilansir dari haibunda.com, Selasa (30/8/2023)
“Umumnya, ISPA ini terjadi pada orang-orang yang rentan atau memiliki risiko tinggi, seperti kelompok anak, usia lanjut atau geriatri, termasuk ibu hamil, juga pada kelompok yang memiliki penyakit dasar (penyakit paru atau jantung),” sambungnya.
Dampak ISPA pada Ibu Hamil
Ibu hamil termasuk kelompok rentan atau sensitif terhadap dampak polutan. Sebab, ibu hamil memiliki daya tahan tubuh yang rendah.
Polutan yang terhirup ibu hamil dapat menyebabkan komplikasi yang dapat memengaruhinya dan janin. Komplikasi ini terkait dengan masalah di organ pernapasan, yakni paru-paru.
“Komplikasinya ini bisa membuat infeksi turun ke saluran napas menjadi infeksi paru, pneumonia atau radang paru. Kalau infeksi di paru itu risikonya lebih tinggi karena ini kan organ tempat kita napas atau bertukar oksigen,” ujar Agus.
“Kalau pneumonia itu berisiko menyebabkan kita kekurangan oksigen. Kalau terjadi pada kelompok sensitif (rentan), maka itu akan berimplikasi menyebabkan kegagalan pernapasan, lalu terburuknya berisiko kematian.”
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr. Yassin Yanuar Mohammad SpOG-KFERM. Menurut Yassin, ISPA pada ibu hamil dapat menyebabkan perkembangan janin terganggu bila dikaitkan dengan suplai oksigen yang berkurang.
“Pada kehamilan jangkap panjang, ibu yang pernapasannya terganggu terus, bisa menyebabkan suplai oksigen ke janin terganggu dan berdampak kurang baik. Apalagi saat kehamilan terjadi proses pembentukan plasenta,” ungkap Yassin kepada HaiBunda.
“Kita enggak ingin chemical ini (polutan) mengubah prosesnya, akibatnya ibu jadi mengalami gangguan plasenta, tali pusat terganggu, akhirnya janin kecil, pertumbuhan janin terhambat.”
ISPA pada ibu hamil yang disebabkan dampak polusi udara dapat dicegah kok, Bunda. Bagaimana cara mencegahnya?
Cara mencegah dampak polusi udara pada ibu hamil
Pencegahan dampak polusi udara pada ibu hamil dapat dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) 6M+1S, yang dicanangkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Berikut isi prokes 6M+1S:
Memeriksa kualitas udara melalui aplikasi atau website.
Mengurangi aktivitas luar ruangan dan menutup ventilasi rumah/kantor/sekolah/tempat umum di saat polusi udara tinggi.
Menggunakan penjernih udara dalam ruangan.
Menghindari sumber polusi dan asap rokok.
Menggunakan masker saat polusi udara tinggi.
Melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Segera konsultasi daring/luring dengan tenaga kesehatan jika muncul keluhan pernapasan.
Salah satu poin terpenting dari prokes adalah penggunaan masker saat berada di luar rumah, Bunda. Penggunaan masker dengan filter particulate matter (PM) 2,5 sangat disarankan bagi ibu hamil yang termasuk kelompok rentan atau sensitif.
Lalu jenis masker seperti apa yang dapat digunakan saat kualitas udara buruk?
Ibu hamil dapat menggunaakan masker yang memiliki spesifikasi filter PM 2,5, seperti N95, KN95, atau KN94. Namun, karena jenis masker bisa menimbulkan rasa pengap, Bunda dapat memilih masker biasa yang telah dilapisi filter PM 2,5. Penggunaan masker jenis ini khusus bagi ibu hamil yang melakukan aktivitas lama di luar ruangan.
“Pada kelompok sensitif ini bisa pakai masker biasa yang dilapisi filter PM 2,5, yang di pasaran sudah banyak dijual. Itu akan lebih nyaman buat mereka dalam waktu lama,” kata Agus.
“Tapi kalau mau sebentar saja beraktivitas di luar rumah, ya cukup pakai masker bedah saja. Misalnya, hanya beraktivitas sekitar 15-30, pakai masker bedah saja sudah cukup.” [ ]