PARENTINGISLAM.ID – – Ada ragam pola komunikasi antara orangtua dengan buah hatinya, baik metode yang dikembangkan barat maupun cara-cara islami dengan mengacu pada Al Quran dan teladan Rasulullah. Salah satunya dalam Islam kita akan mengenal pola komunikasi dengan Qaulan baligha.
Qaulan Baligha
Qaulan baligha artinya perkataan yang berbekas pada jiwa. Agar ucapan berbekas pada jiwa anak, kita harus memahami psikis atau kejiwaan anak. Orangtua yang baik pasti mengetahui karakter anak-anaknya.
Orangtua tidak bisa menilai karakter semua anak sama. Setiap anak memiliki karakter masing-masing. Misalnya, anak pertama boleh jadi lebih terbuka, ia bisa mendiskusikan apa pun kepada orangtuanya. Sementara, anak kedua bisa jadi lebih tertutup. Ia tidak mau bicara kepada orangtuanya, ia mungkin lebih suka curhat kepada kakaknya.
Perkataan orangtua akan bisa menyentuh emosi atau perasaan anak apabila mereka memahami karakter anaknya. Inilah tugas penting orangtua untuk memahami setiap perkembangan fisik dan psikis anak sehingga kita bisa bicara secara qaulan baligha.
Kalau anak sudah terlihat bosan dengan pembicaraan kita, sebaiknya hentikan saja nasihat itu karena mereka tidak akan lagi tersentuh jiwanya. Mereka malah bosan mendengarnya. Jangan terlalu sering bercerita tentang masa lalu karena belum tentu menyentuh jiwa anak.
Banyak orangtua yang bercerita tentang masa lalunya, “Dulu, waktu SMP seperti kamu, kalau ke sekolah Mama jalan kaki 3 km, tapi Mama nggak pernah bolos. Kamu tiap hari diantar jemput masih aja malas ke sekolah. Mama nggak ngerti.”
Celakanya, cerita itu diulang-ulang dengan niat bisa menyentuh jiwa anak. Percayalah, cerita seperti ini malah akan menimbulkan kebosanan pada mereka. Anak sama sekali tidak akan tersentuh. Tentu saja bukan tidak boleh bercerita, tetapi jangan mengulang-ngulang cerita yang sama.
Satu kali cerita saja anak sudah hafal alurnya. Ini diulang-ulang lebih dari tiga kali, pasti anak akan bosan. Ingat, cerita membosankan itu tidak akan menyentuh jiwanya. Anak akan bosan dan enggan mendengarnya lagi. Bahkan bisa jadi ketika orangtua ingin cerita hal lain, anak sudah enggan mendengar karena asumsinya orangtua akan bercerita hal yang sama.
Jika hal demikian sudah terjadi maka orangtua perlu lebih dekat lagi dengan anak untuk membangun pola komunikasi. Membangun kepercayaan orangtua pada anak. Kemudian meyakinkan pada anak bahwa Anda selaku orangtua tidak akan mengulangi cerita yang sama. [ ]
*Disarikan dari buku “Golden Parenting : sudahkah kudidik anakku dengan benar “ karya Dr. Aam Amiruddin, M.Si