PARENTINGISLAM.ID – – Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. adalah suri teladan bagi umat-Nya dalam segala hal, termasuk dalam menjalin mahligai rumah tangga. Keluarga sakinah (menenteramkan), mawaddah (rasa cinta), dan warahmah (kasih sayang) sebagaimana yang dicontohkan adalah idaman setiap muslim. Betapa tidak, segala kebaikan, keutamaan, berkah, rahmat, dan ridha-Nya akan senantiasa hadir untuk melengkapi kehidupan rumah tangga kita.
“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik pada (diri) Rasulullah bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah. dan (kedatangan) Hari Kiamat baik bagimu, yaitu bagi orang dan yang banyak mengingat Allah Subhanahu wa ta’ala.” (Q.S. Al-Azhab [33]: 21)
Menjadi ironis manakala masih dalam menjalani mahligai rumah tangga sebagian umat Islam selalu merasakan penderitaan dan keputusasaan, lebih-lebih mengakibatkan diri jauh dari-Nya. Padahal, tujuan mulia yang diajarkan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. dalam membina keluarga adalah wajib bagi suami istri untuk melaksanakan syariat Islam sebagaimana yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah.
Makna utama rumah tangga yang diliputi sakinah, mawaddah, warahmah bukan tanpa tujuan. Sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala. sampaikan dalam salah satu firman-Nya,
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir” (Q.S. Ar-Rum [30]: 21)
Hal yang disunahkan dalam kehidupan rumah tangga yaitu suami istri saling memahami kekurangan dan kelebihan masing-masing, memahami hak dan kewajiban, serta memahami tugas dan fungsi. Selain itu, senantiasa melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, ikhlas, dan semata-mata mengharapkan ridha dari-Nya.
Seluruh individu dalam bingkai keluarga, terlebih seorang suami sebagai kepala rumah tangga, memiliki peran dan tugas yang akan dimintai tanggung jawabnya oleh Allah Taa’ala. Hal ini sesuai dengan seruan-Nya,
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim [66]: 6)
Rasul Sebagai Teladan
Tak ada lagi yang patut diteladani umat Islam selain utusan-Nya, Rasulullah Saw. Sejak masa remaja, beliau sudah dikenal sebagai orang yang bersih dan berakhlak mulia. Saat menginjak usia 25 tahun, menikahi Khadijah binti Khuwailid. Sejak saat itulah beliau mengarungi kehidupan mahligai rumah tangga bahagia penuh ketenteraman dan ketenangan.
Sebagai seorang pemimpin yang senantiasa memiliki berbagai kesibukan dalam menyelesaikan persoalan umat setiap waktunya, Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam. senantiasa memiliki perhatian dalam hal pekerjaan di dalam rumah. Sebagaimana yang disampaikan Aisyah ketika ditanya mengenai kegiatan beliau di dalam rumah. Aisyah menjawab,
“Beliau biasa membantu istrinya. Bila datang waktu shalat beliau pun keluar untuk menunaikan shalat.” (H.R. Bukhari)
Dapat dimaknai bahwa selain senantiasa mampu meringankan tugas istri, sebagai kepala rumah tangga yang memiliki tanggung jawab memberikan nafkah, juga diwajibkan memberikan teladan kepada seluruh keluarganya untuk senantiasa melaksanakan perintah-Nya. Hal ini diterangkan dalam ayat-Nya,
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan sabar kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.” (Q.S. Thaaha [20]: 132)
Selain itu, suami yang paripurna menurut pandangan Rasul, adalah mereka yang memerhatikan pergaulan dengan istrinya sebagaimana Rasul bersabda,
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (H.R. Tirmidzi)
Menurut konsep Islam, melaksanakan kewajiban suami sesuai dengan yang disunahkan Rasul adalah suatu bentuk ibadah. Maka, membina keluarga sesuai dengan syariat Islam adalah suatu amalan yang mendatangkan pahala di dunia dan akhirat, sampai-sampai dalam hal berhubungan suami istri dengan nama Allah Subhanahu wa ta’ala. pun termasuk ibadah (sedekah).
Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam., “Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!” Mendengar sabda Rasulullah para sahabat keheranan dan bertanya, “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala?” Nabi menjawab, “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa?” Jawab para sahabat, “Ya, benar.” Beliau bersabda lagi, “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!” (H.R. Muslim)
Hakikatnya, dalam membina keluarga unggul, di antaranya untuk melestarikan dan mengembangkan keturunan yang saleh, tidak hanya berguna bagi diri dan keluarganya, melainkan untuk kepentingan umat. Sehingga, menjadi hal pertama dan utama dalam membina rumah tangga sebagaimana yang disunahkan Rasul, adalah mampu membangun dan membina keturunan yang berkualitas, yaitu membentuk anak-anak yang saleh dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala .
Istri Rasul sebagai Tauladan
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita/istri salehah.” (H.R. Muslim). Pertama, Khadijah adalah seorang saudagar kaya yang dermawan. Dia membelanjakan seluruh hartanya di jalan Allah untuk mendukung sepenuhnya perjuangan dakwah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Khadijah dikenal seorang mustaqimin (orang yang istiqamah di jalan kebenaran). Sejak mengenal pribadi mulia Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. yang amanah, jujur, dan tidak pernah berkhianat, Khadijah selalu memercayai apa pun yang dikatakan dan dilakukan suaminya. Termasuk ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. mengajaknya untuk mengimani Allah dan Rasul-Nya. Bahkan, Khadijah rela meninggalkan semua kesenangan dan harta dunia demi mengikuti suami tercinta di jalan Allah Subhanahu wa ta’ala.
Khadijah juga seorang istri yang menjadi shahibah (sahabat) tercinta bagi suaminya. Dia bukan sekadar partner di dalam rumah tangga, tetapi selalu menjadi orang yang pertama kali mendengar keluhan Rasulullah sekaligus orang pertama yang menghibur hati beliau.
Kedua, Saudah adalah wanita pertama pilihan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. setelah ditinggal oleh Khadijah. Dia adalah seorang muslimah yang sudah “berpengalaman” sebagai istri dan ibu dalam membina sebuah keluarga. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. sungguh percaya atas kepemimpinan Saudah sebagai ibu bagi anak-anak perempuannya itu. Terbukti, melalui kepemimpinan Saudah, anak-anak Rasulullah dibesarkan dengan hasil yang membanggakan umatnya.
Saudah sangat memahami sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. bahwa keridhaan Allah Subhanahu wa ta’ala. terletak pada keridhaan suaminya. Dia pun sangat memahami sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. lainnya yang menyatakan bahwa keridhaan seorang suami akan mengantar istrinya masuk surga dari arah pintu mana pun yang dia inginkan. Saudah adalah seorang istri yang meyakini anugerah Allah Subhanahu wa ta’ala. bahwa para istri Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. di dunia adalah istri-istrinya juga di surga. Aisyah sendiri pun senantiasa mengingatnya dan selalu terkesan dengan kebaikan Saudah, atas seluruh keikhlasannya itu.
Ketiga, Aisyah adalah seorang istri yang supercerdas. Aisyah telah hafal Al-Quran sejak usia muda. Para perawi hadits menyebutkan bahwa Aisyah adalah orang ketiga terbanyak setelah Abu Hurairah r.a. dan Anas bin Malik r.a. yang meriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw., terutama yang berkaitan dengan hukum-hukum tentang permasalahan wanita dan rumah tangga.
Inilah bukti yang mampu menjungkirbalikkan argumentasi para orientalis, feminis, ataupun orang-orang yang benci Islam dan suka mendiskreditkan pernikahan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. dengan Aisyah bahwa pernikahan itu hanya dorongan syahwat belaka.
Padahal, sesungguhnya pernikahan mulia itu ditujukan untuk memberikan keteladanan bagi kaum muslim, khususnya bagi para muslimah, yaitu masalah tarbiyyah islamiyyah (pendidikan Islam) dalam keluarga dan rumah tangga. Aisyah adalah seorang istri yang memilik sikap quwwah (keteguhan jiwa) dalam kebenaran. Fakta membuktikan bahwa Aisyah menjadi sosok wanita teladan sepanjang masa dalam masalah pendidikan, ilmu, dan kecerdasan. [ ]
*dihimpun dari berbagai sumber
5
821