PARENTINGISLAM.ID – – Seorang suami sekaligus ayah bagi putra-putrinya maka ia mempunyai tanggung jawab besar yang harus ditunaikan. Suami adalah pemimpin dalam keluarganya yang tugas utamanya adalah menjaga diri dan keluarganya terbebas dari siksa api neraka. Simak secara tegas dan jelas perintah Allah Ta’ala ini,
“Hai, orang-orang beriman! Jauhkan diri dan keluargamu dari siksa api neraka ……..” (QS. At-Tahrim [66]:6)
Jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud “orang-orang beriman” disini adalah ayah atau suami. Ini tentu bukan tugas yang ringan dan sungguh sangat berat. Namun dengan keimanan dan kasih sayang Allah Yang Maha Baik sudah pasti jika Allah akan senantiasa membimbing hamba-Nya dengan petunjuk-Nya melalui Al Quran dan contoh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Seorang ayah hendaknya tidak hanya menuntut istri dan anaknya untuk taat pada perintah serta ajakannya. Ia juga harus menjadi teladan bagi seluruh anggota keluarganya. Sebab seorang ayah pun bisa berbuat durhaka kepada anak-anaknya.
Pernah suatu ketika ada seorang bapak yang mengeluh kepada Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab ra mengenai anaknya yang durhaka. Orang itu mengatakan bahwa putranya selalu berkata kasar kepadanya dan sering kali memukulnya. Maka, Umar pun memanggil anak itu dan memarahinya.
“Celaka engkau! Tidakkah engkau tahu bahwa durhaka kepada orangtua adalah dosa besar yang mengundang murka Allah? Bentak Umar.
“Tunggu dulu, wahai Amirul Mukminin. Jangan tergesa-gesa mengadiliku. Jikalau memang seorang ayah memiliki hak terhadap anaknya, bukankah si anak juga punya hak terhadap ayahnya?” Tanya si anak. “Benar,” jawab Umar. “Lantas, apa hak anak terhadap ayahnya tadi?” lanjut si Anak. “Ada tiga,” jawab Umar. “Pertama, hendaklah ia memilih calon ibu yang baik untuk putranya. Kedua, hendaklah ia menamainya dengan nama yang baik. Dan ketiga, hendaklah ia mengajarinya al-Quran.”
Maka, si Anak mengatakan, “Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak pernah melakukan satu pun dari tiga hal tersebut. Ia tidak memilih calon ibu yang baik bagiku; ibuku adalah hamba sahaya jelek berkulit hitam yang dibelinya dari pasar seharga dua dirham, lalu malamnya ia gauli sehingga ia hamil mengandungku. Setelah aku lahir pun ayah menamaiku Ju’al, dan ia tidak pernah mengajariku menghafal al-Quran walau seayat.”
Ju’al adalah sejenis kumbang yang selalu bergumul pada kotoran hewan. Bisa juga diartikan seorang yang berkulit hitam dan berparas jelek atau orang yang emosional. (Lihat Al-Qamus Al-Muhith, hal. 977).
“Pergi sana! Kaulah yang mendurhakainya sewaktu kecil, pantas kalau ia durhaka kepadamu sekarang,” bentak Umar kepada si Ayah. (Disadur dari kuthbah Syaikh Dr. Muhammad Al-Arifi, Mas’uliyatur Rajul fil Usrah. Lihat Ibunda Para Ulama, Sufyan bin Fuad Baswedan, hal. 11-12.)
Semoga engkau wahai para ayah tidak berbuat durhaka kepada anak-anakmu dalam ucapan maupun perbuatan. Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbingmu wahai ayah. [ ]