Peristiwa Agung Dalam Pernikahan, 6 Hal Penting Ini Yang Perlu Dipahami Pasutri

0
508

PARENTINGISLAM.ID – – Mahasuci Allah Swt. yang telah menciptakan manusia  berpasangan. Ada hal yang sangat kuat menarik sehingga laki-laki  dengan dorongan naluriah dan fitrahnya mendekati perempuan.  Begitu juga sebaliknya, dengan kecenderungan alamiahnya,  perempuan merasakan kebahagiaan tatkala didekati laki-laki.  Allah ta’ala menggambarkan dalam firman-Nya

 

“Telah ditanamkan pada manusia rasa indah dan cinta terhadap  wanita, anak-anak, harta yang bertumpuk dalam bentuk emas dan  perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan lahan pertanian. Itulah  kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali  yang baik.” (Q.S. Ali Imran [3]: 14)

 

Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap. Ia  datang menawarkan solusi untuk merealisasikan ketertarikan  tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar dan berpahala,  yakni sebuah ikatan suci nan agung bernama pernikahan.

 

Walaupun tidak membenarkan kehidupan membujang, tetapi  Islam juga menampik kebebasan interaksi antara laki-laki dan  perempuan.

 

Aturan pembentukan sebuah keluarga dalam Islam sangat  detail, mulai dari prosedur pernikahan, kriteria calon suami  atau istri, akad dan walimah pernikahan, hak dan kewajiban  suami istri, hingga perceraian beserta syarat-syaratnya.

 

Semua aturan tersebut tidak dimaksudkan untuk membebani, tetapi justru diperuntukkan bagi kemaslahatan  dan kebahagiaan manusia di dunia hingga akhirat.

 

Hal ini  karena berbagai arahan Islam dalam kehidupan sehari-hari  dimaksudkan sebagai penjagaan yang amat kokoh terhadap  hak-hak jiwa, kehidupan, keturunan, harta benda, dan  kehormatan.

 

Masalah rumah tangga islami bukan sekadar masalah  individu karena ia merupakan langkah kedua dalam amal  islami setelah pembinaan pribadi. Asy-Syahid Hasan al-Banna  menorehkan pembentukan keluarga islami sebagai pilar utuh  dan integral dari keseluruhan jalan panjang menegakkan  Islam.

 

Allah Swt. berfirman, pernikahan merupakan perjanjian  yang kuat (agung/teguh) atau dengan istilah Al-Quran  dinamakan sebagaimana tertera dalam Surat  An-Nisaa (4) ayat 21. Dalam Al-Quran, istilah tersebut hanya  terulang tiga kali. Pertama, dalam surat tersebut yang berbicara  mengenai suami istri yang telah mengadakan perjanjian yang  kuat lewat sebuah pernikahan. Kedua, Surat An-Nisaa (4) ayat  154 tentang perjanjian Allah Swt. dengan orang-orang Yahudi  pada zaman Nabi Musa a.s. Ketiga, Surat Al-Ahzaab (33) ayat 7  tentang perjanjian Allah Swt. dengan para nabi dalam kewajiban menyebarkan dakwah Islam kepada umatnya masing-masing.

 

Menganalisis konteks mistaqan ghalizhan yang digunakan  Al-Quran, bisa ditarik benang merah bahwa nilai keagungan  ikatan pernikahan itu sekaliber perjanjian Allah Swt. dengan  orang-orang Yahudi, dan selevel dengan perjanjian antara  Allah Swt. dan para nabi-Nya.

 

Pernikahan adalah penyatuan dua ruh manusia. Selain itu,  pernikahan merupakan tuntunan fitrah manusia. Sangatlah  wajar jika ada manusia yang menikah atas dasar kecantikan,  harta, dan nasab. Sebab, hal inilah yang pernah diungkapkan  oleh Rasulullah Saw. melalui sabdanya,

 

Perempuan itu dinikahi karena empat perkara; karena  kecantikannya, karena keturunannya (kecerdasannya), karena  hartanya, dan karena agamanya. Namun, pilihlah yang beragama, agar kamu selamat.” (Muttafaq ‘alaih)

 

Selain itu, pernikahan merupakan obat bagi mereka yang haus syahwat. Pernikahan merupakan solusi terhadap gejolak syahwat yang berlebihan. Namun, bagi yang belum mampu menikah, Rasulullah Saw. pun memberikan solusi lain, yaitu shaum. Hal tersebut pernah disabdakan oleh Rasulullah Saw. melalui sebuah hadits,

 

Hai golongan pemuda! Bila di antara kamu ada yang mampu nikah, menikahlah karena matanya akan lebih terjaga dan kemaluannya akan lebih terpelihara. Dan bila dia belum mampu untuk nikah, hendaklah dia bershaum karena shaumnya merupakan penjagaan.” (Muttafaq ‘alaih)

 

Itulah dua ruh manusia yang satu sama lain saling membutuhkan. Jika perasaan itu hilang dari salah satu pasangan, hal itu akan berdampak pada keharmonisan rumah tangga sehingga keluarga yang sakinah tidak tercapai.

 

Oleh karena itu, kesepadanan di antara suami istri (yaitu kecantikan, harta, pendidikan, dan agama) sangatlah penting. Lebih penting lagi, jika keduanya (suami dan istri) berasal dari keturunan yang subur.

 

Selain memiliki dua ruh sebagaimana telah dikutip dari buku Membingkai Surga Dalam Rumah Tangga karya Aam Amiruddin & Ayat Priyatna Muhlis, pernikahan juga memiliki beberapa peristiwa, yaitu sebagai berikut.

 

Pertama, peristiwa fitrah.

Sebab, pernikahan merupakan salah satu sarana untuk mengekspresikan sifat-sifat dasar manusia. Manusia memiliki kecenderungan kepada lawan jenis, yaitu berupa rasa suka yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Pernikahan merupakan media yang menjembatani antara laki-laki dan perempuan agar terbebas dari jurang perzinaan yang bisa menjerumuskan ke dalam api neraka.

 

Laki-laki terkadang memiliki target ideal untuk menentukan calon istrinya. Dia menginginkan istri yang cantik, cerdas, berpendidikan, mempunyai kedudukan, dan sebagainya. Begitupun dengan perempuan, dia menginginkan calon suami yang ganteng, berpendidikan, kaya, mempunyai kedudukan, memiliki keturunan yang baik, dan sebagainya.

 

Wajar saja, sebab manusia diciptakan sebagai makhluk yang memiliki perasaan dan akal. Namun, semua itu merupakan kesenangan duniawi saja. Sedangkan pernikahan bukan saja sarana untuk meraih kesenangan dunia, tetapi lebih dari itu, pernikahan merupakan sarana untuk meraih kebahagiaan di akhirat kelak. Oleh karena itu, Rasulullah shalallahu alahi wassalam memberikan standar utama dalam menentukan calon istri atau calon suami. Sabdanya,

 

“… Pilihlah (pasanganmu) yang beragama, agar kamu selamat.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Kedua, peristiwa fiqhiyah.

Artinya, pernikahan memiliki berbagai aturan yang telah disampaikan lewat wahyu Allah Swt. berupa Al-Quran maupun hadits Nabi Muhammad Saw. Islam adalah satu-satunya agama di dunia ini yang memiliki aturan yang sangat detail tentang keluarga, mulai dari taaruf, khitbah, akad, walimah, sampai solusi untuk menyelesaikan konflik suami istri.

 

Ketiga, peristiwa dakwah.

Artinya, dengan pernikahan seseorang telah mengabarkan kepada masyarakat luas tentang jati diri Islam. Sebab, dalam pernikahan ada hal-hal yang harus disampaikan atau didakwahkan kepada umat, mulai dari tata cara khitbah, akad, khutbah nikah, dan walimah. Interaksi keluarga dengan masyarakat luas pun merupakan bagian dari proses dakwah yang harus saling mendukung.

 

Artinya, ketika seorang istri bersuamikan seorang aktivis dakwah, si istri harus menjadi pendukung sesuai dengan kapasitas yang dia miliki. Begitu juga sebaliknya, jika seorang suami mempunyai istri seorang aktivis dakwah, sang suami harus merelakan istrinya untuk melayani umat demi kejayaan  Islam.

 

Keempat, peristiwa tarbiyah.

Artinya, pernikahan akan menguatkan sisi amaliah individual dari laki-laki dan perempuan yang bertemu di pelaminan. Setelah kedua mempelai melangsungkan akadnya, akan ada peningkatan kualitas maupun kuantitas amal yang dia lakukan. Misalnya, ketika masih bujang atau gadis, dia melaksanakan Tahajud, tilawah Al-Quran, dan menghafal Al-Quran sendirian.

 

Namun, setelah menikah dia bisa melaksanakan Tahajud secara berjamaah, tilawah, dan menghafal Al-Quran berduaan. Bahkan, Rasulullah Saw. mengatakan dalam sebuah hadits bahwa bagi seseorang yang telah menikah berarti dia telah mencapai separuh dari agamanya,

 

Apabila seseorang melaksanakan pernikahan, berarti dia telah menyempurnakan separuh agamanya, hendaklah dia menjaga separuh yang lain dengan bertakwa kepada Allah Swt.” (H.R. Baihaqi dari Anas bin Malik)

 

 

Kelima, peristiwa sosial.

Artinya, dengan pernikahan berhubungkanlah dua keluarga besar dari pihak laki-laki  dan pihak perempuan. Semula mereka dua keluarga yang  asing, yang tidak mengenal satu sama lain.

 

Namun, setelah  akad dilaksanakan, kedua keluarga ini menjadi saudara  hanya lewat ucapan ijab qabul kedua mempelai. Selain itu,  dalam pernikahan ada proses walimah yang dijadikan ajang silaturahmi bagi para tamu. Mereka yang sudah sekian lama berpisah, bisa bertemu lewat undangan pernikahan.

Keenam, peristiwa budaya.

Artinya, dengan pernikahan akan ada pembauran budaya. Misalnya, orang Jawa bisa menikah dengan orang Batak, suku Sunda bisa menikah dengan etnis Cina, seorang laki-laki Makassar bisa menikah dengan perempuan Afrika. Akulturasi budaya ini akan mempercepat pembauran etnis di tengah pluralitas masyarakat. Firman Allah Swt.,

 

Hai, manusia! Sesungguhnya, Kami telah menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya, yang pa-ling mulia di sisi Allah ialah orang paling bertakwa. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (Q.S. Al-Hujuurat [49]: 13 )

 

5

Redaksi: admin

890

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini