PARENTINGISLAM.ID – – Rencana pembelajaran tatap muka di semester baru, tepatnya bulan Juli 2021, dibatalkan. Hal tersebut menandakan anak harus kembali belajar secara online dan membuat para orangtua tetap menjadi pendamping belajar.
Namun, tak sedikit Ayah dan Bunda yang mulai lelah dengan situasi ini, di mana harus membagi tugas antara pekerjaan utama dengan mendampingi anak belajar. Belum lagi, terkadang anak sulit diminta untuk mengerjakan tugas sehingga tak jarang Ayah dan Bunda marah.
Tak hanya itu, dari sisi anak pun pasti mereka sudah merasa lelah. karena merasa pusing belajar daring menatap layar komuper seharian. Belum lagi terkadang tugas datang secepat kilat dan menumpuk dalam satu hari.
Situasi ini membuat kedua belah pihak merasa kesulitan. Namun, semua kesulitan tersebut dapat diatasi lho, Ayah Bunda. Caranya dengan mengelola emosi.
Berikut ini, Popmama.com telah merangkum tips mengelola emosi agar menjadi teman belajar yang menyenangkan untuk anak menurut Ifa Hanifah Misbach, Psikolog. Simak yuk, Ma!
-
Kesulitan Yang Sering Dialami Orangtua Saat Mendampingi Anak Belajar Daring
Berikut ini beberapa kesulitan yang biasa dialami oleh orangtua saat mendampingi anak belajar:
-
Anak sulit konsentrasi/fokus
-
Susah menjangga mood anak
-
Anak mudah bosan
-
Anak sulit paham materi pembelajaran
-
Anak lebih suka main daripada mengerjakan tugas
-
Mama sulit membagi waktu antara bekerja dan mendampingi anak belajar
-
Suasana di rumah kurang mendukung mood anak untuk belajar
-
Anak sering sulit menerima penjelasan dari orangtua
Kesulitan-kesulitan tersebut tanpa disadari sering memancing emosi Mama dan Papa sehingga menjadi lebih mudah berteriak, mudah marah, menyindir, dan lainnya.
-
Connection Before Correction
Agar kesulitan-kesulitan dalam pembelajaran tidak datang, coba dulu connection before corection. Koneksi dahulu sebelum mengoreksi. Apakah Mama dan Papa sudah melakukan hal tersebut?
Sebab, jika terjadi kesulitan dalam pembelajaran online, kebanyakan orangtua langsung menegur, menasihati, bahkan menyalahkan tanpa adanya koneksi dengan anak.
Hal tersebut biasa Mama dan Papa lakukan atas dasar ingin membuat anak-anak menjadi seseorang yang baik di masa depan. Seperti,
“Saya seperti ini supaya anak saya pintar.”
“Saya seperti ini supaya anak saya benar agamanya.”
Namun, selama orangtua tidak ada koneksi dengan anak, hal-hal yang diharapkan tersebut tidak akan terealisasi. Sebab, nasihat dari Mama dan Papa tidak akan bekerja dalam diri anak. Maka dari itu, dibutuhkan koneksi antara orangtua dan anak. Salah satu cara membuat koneksi yang mudah dan murah yakni dengan cara bermain bersama anak.
Menurut Neil Postman dalam buku The Disappearance of Childhood (1982), “Jangan kau cabut anakmu dari dunianya terlalu cepat karena kelak akan kau temukan orang-orang dewasa yang kekanak-kanakan.”
“Anak nantinya tidak bisa mengendalikan diri jika Mama mencabut masa kecilnya terlalu cepat. Selain itu, ia tidak belajar pula cara berempati,” ucap Ifa.
Nantinya, anak akan memiliki sifat dominan, tidak mau mendennggarkan orang lain, egois, kalau debat tidak mau dibantah, dan lain-lain. Jadi, agar tak terjadi hal tersebut, biarkan anak pada duanianya yakni bermain.
Sebab, bermain adalah pekerjaan serius. Bermain merupakan makanan untuk otak anak. Keseriusan bermain ini seserius orang dewasa mencari nafkah.
“Saat anak bermain, mereka (anak) pasti membutuhkan partner main, dan the best partner main sebetulnya adalah orangtuanya,” tutur Ifa.
“Kalau kita ingin punya anak yang antusias dalam mempelajari banyak hal dan dapat membangun hubungan yang baik dengan teman sebayanya dan terbawa sampai mereka besar maka orang dewasa harus ikutan main bareng,” lanjut Ifa.
Ifa pun menggambarkan, “Main bareng tuh bukannya gini, saya main handphone, anak saya di sebelah sana main masak-masakan. Itu bukan main bareng. Itu sibuk masing-masing.”
Namun, terkadang beberapa orangtua pasti mengatakan tidak sempat bermain karena sibuk. Nah untuk teknisnya, Mama dan Papa dapat bermain bersama anak satu jam setelah pulang kerja.
Jadi, Mama dan Papa istirahat terlebih dahulu sehingga tidak terlalu lelah untuk bermain. Dengan begitu, bermain akan menjadi hal yang menyenangkan, bukan melelahkan.
Selain itu, bermain pun dapat membantu meningkatkan imunitas tubuh selama pandemi. Sebab, bermain akan meningkatkan level dopamine dan endorfin sehingga membuat tubuh anak kuat dan terhindar dari penularan virus.
-
Connection Before Correction Melalui Verbal
Terkadang sudah mengajak anak bermain tetapi ternyata belum juga terkoneksi antara orangtua dan anak. Kenapa ya?
Coba, Ayah dan Bunda ingat-ingat lagi, sudah terkoneksi secara verbal belum? Sebab, tak jarang para orangtua mengelurkan perkataan yang membuat anak kesal. Hal tersebut membuat tidak adanya koneksi antara orangtua dan anak.
“Lidah itu tidak bertulang sehingga ngomel tuh nggampang,” tutur Ifa.
Maka dari itu, Ayah dan Bunda perlu lebih mengontrol ucapan.
Jika Ayah dan Bunda ingin terkoneksi melalui verbal, Ayah dan Bunda harus berkomunikasi dengan kata-kata yang penuh dukungan dan apresiasi. Selain itu, Ayah dan Bunda harus mengajak anak berbicara dengan nada yang lembut dan penuh kasih sayang, jangan menggunakan nada meninggi.
Jika sudah terkoneksi antara fisik dan perkataan, nantinya Ayah dan Bunda akan terkoneksi dengan anak seutuhnya. sehingga kesulitan-kesulitan dalam pembelajaran pun tidak akan dihadapi lagi.
Coba mulai kelola emosi dari sekarang yuk, Bunda! Supaya saat memasuki tahun ajaran baru, Ayah dan Bunda sudah terkoneksi dengan anak.
Selain untuk terkoneksi dengan anak, mengelola emosi juga dapat membantu Ayah dan Bunda mengajarkan perilaku yang terpuji pada anak. Nantinya anak tumbuh menjadi sosok yang sopan, santun dan bertutur kata baik. Jadi, semangat terus berperilaku baik ya, Yah,Bun [ ]
Sumber: popmama.com
5
Redaksi: admin
803