PARENTINGISLAM.ID – – Ketika seorang muslim menikah, berbagai ucapan selamat dan do’a kebahagiaan datang silih berganti dari saudara, handai taulan dan rekan kerja. Namun ucapan yang paling sempurna adalah do’a
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
“Baarokallohu laka wa baaroka ‘alaika wa jama’a bainakuma fii khoiir’
Yang artinya; Semoga Allah memberi berkah kepadamu dan atasmu serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” (HR: Lihat Shahih At-Tirmidzi 1/316).
Bahagia, harmonis dan kesuksesan dalam rumah tangga adalah rahmat Allah semata. Bahkan pernikahan itu sendiri merupakan rahmat Allah. Sehingga, pernikahan sejatinya menjadikan seorang muslim lebih tunduk atas ketaatan kepada Allah. Pikirannya terasah untuk kemaslahatan, pandangannya terarah hanya pada kebaikan dan syahwatnya terjaga dari keburukan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهَ ، قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Bukhari-Muslim).
Hanya kebahagiaan bagi seorang muslim, bila mampu membuat komitmen di hadapan Allah untuk menerima amanah yang sungguh mulia menjadi pendamping bagi pasangan yang Allah sandingkan.
Menjaga Pandangan
Pernikahan melahirkan sosok manusia yang mampu menjaga pandangan dan kehormatannya. Dengan menikah, seharusnya lebih mudah menjaga kehormatan.
Menikah adalah solusi penyaluran hasrat biologis yang aman, bermartabat dan bahkan bernilai ibadah, sehingga akan terbantu menjaga mata dan pandangan. Karena mata adalah pintu masuk segala informasi yang menimbulkan dua arah kebaikan dan keburukan.
Kebaikan akan berwujud pahala sementara keburukan menimbun dosa. Maka tidak salah bila dikatakan bahwa mata satu sisi menjadi pintu masuknya setan. Dan bila sanggup dengan baik menjaga mata, niscaya akan terbantu untuk menjaga kemaluan (nafsu sahwat).
Maka dengan menikah, sudah tidak perlu lagi membiarkan mata dari keingin berbuat dosa, karena telah mencukupkan karunia yang diberikan Allah melalui pasangan halalnya. Bagaimana dengan kondisi kita saat ini? Sudahkah kita raih kebaikan melalui pernikahan? Mari kita terus berusaha.
Batas Tipis Halal-Haram
Batas antara halal dan haramnya hubungan lain jenis pria dan wanita ada pada akad, dan pernikahan adalah ‘lembaga’ yang menaungi berlangsungnya akad suci yang dilambangkan dengan ‘ijab dan qabul’. Saat kita mengucapkan ‘ijab qabul’ yang beberapa detik saja, maka mengubah status hubungan menjadi pasangan sah, yang tadinya –sebelum akad– haram dan bernilai zina menjadi halal dan bernilai ibadah, itu dikarenakan bahwa “ijab qabul” yang diucapkan memiliki efek dahsyat. Demikian indahnya ajaran Islam. Subhaanallah… memang, memngucapkan ijab qabul sangat ringan di lidah, namun hakikatnya sangat berat dalam timbangan. Karena ijab qabul adalah ikrar, janji setia antara suami isteri di hadapan Allah untuk membangun rumah tangga. Begitu pentingnya sehingga Allah menggunakan istilah ‘mitsaqan ghalidha’ yang berarti perjanjian yang kokoh dan teguh.
“….Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An-Nisa’ : 21)
Menciptakan Keharmonisan
Begitu mulianya suami isteri dalam Islam, dan begitu agungnya ajarannya tentang pernikahan. Kita paham betul dahsyatnya karunia Allah dengan ajaran-Nya ini, maka apakah masih tergoda untuk berbuat dosa? Kewaspadaan sangat diperlukan agar tidak terjatuh dalam kenistaan, karena setan tidak akan rela melihat hamba Allah bertahan dengan keimanan yang kokoh. Namun bila sampai berbuat dosa itu, maka itu adalah kemenangan setan dan kekalahan bagi kita.
Model upaya dalam rangka menjauhkan diri dari godaan setan dalam rumah tangga, dengan ‘menciptakan’ keharmonisan. Perlu diciptakan karena membutuhkan ‘kreatifitas’ suami dan isteri.
Menjadi suami yang baik, memiliki posisi khusus di hadapa Allah, sehingga perbuatan kecil, remeh dan sepele yang dilakukan untuk isterinya dengan tulus ikhlas akan bernilai pahala di hadapan Allah. Rasa cinta suami yang ditunjukkan kepada isterinya, atau kepada keluarganya, baik melalui perbuatan atau bahasa tubuhnya bernilai pahala. “Ketika Rasulullah ﷺ ditanya sahabatnya ‘Amr ibnul ‘Ash RA: “Siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab: “Aisyah.” Aku bertanya lagi: “Dari kalangan lelaki?” “Ayahnya (Abu Bakar Ash-Shiddiq RA),” jawab beliau. (HR. Bukhari).
Begitu pula sebaliknya, menjadi isteri yang baik pun mendapatkan tempat mulia di sisi Allah. “Sebaik-baik isteri yaitu yang menyenangkanmu ketika kamu melihatnya, taat kepadamu ketika kamu menyuruhnya dan yang menjaga dirinya dan hartamu ketika kamu bepergian” (HR. Thabrani). Begitu banyaknya kebaikan yang mudah dilakukan suami dan isteri dalam menciptakan keharmonisan, hingga Rasulullah ﷺ bersabda:
وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ
“Janganlah sekali-kali engkau meremehkan perbuatan baik sedikitpun, walaupun hanya berupa memberikan wajah yang manis saat berjumpa dengan saudaramu.” (HR. Muslim).
Hidarkan Perpecahan
Sebab kebaikan yang begitu banyak, tidak menutup kemungkinan ada celah kecil masuknya keburukan. Bila terlihat sedikit saja, maka hendaknya ditutup rapat-rapat. Bila celah itu mewujud menjadi jurang yang dalam, maka tentunya rumah tangga bahagia hanya menjadi angan-angan.
Rasulullah ﷺ mengingatkan:
إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ
“Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudia dia mengutus bala tentaranya. Yang paling dekat kedudukannya dengan iblis adalah yang paling besar fitnahnya datang kepadanya seorang tentaranya lalu berkata: ”Aku telah berbuat demikian-demikian” Iblis berkata: “Engkau belum berbuat sesuatu.” Dan kemudia salah satu dari mereka datang lalu berkata: “Aku tidak meninggalkan orang tersebut bersama isterinya melainkan aku pecah belah keduanya.” Lalu iblis itu mendekatkan prajurit itu kepadanya dan berkataa: “Sebaik-baik pasukan adalah kamu.” (HR. Muslim).
Kasih Sayang Tidak berbatas
Sebagaimana keinginan dan harapan seorang suami agar dicintai dan disayang isterinya, maka demikian pula keinginan seorang isteri. Sikap saling memberikan khidmat terbaik dalam rumah tangga adalah tangga menuju keharmonisan. Allah SWT berfirman:
وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya.” (QS: Al-Baqarah : 228).
Tentunya suami isteri tidak membuat batasan-batasan semu, yang berakibat satu pihak mendominasi pihak lain, atau satu pihak menjadi korban pihak lainnya. Bila suami mengharapkan haknya dipenuhi oleh isterinya, maka hendaknya suami pun memenuhi hak isterinya. Berkata Ibnu ‘Abbas RA: “Aku ingin sekali berhias untuk isteriku, sebagaimana aku menuntut isteriku berhias untuk diriku.” Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. [Endang Abdurrahman]
Sumber: hidayatullah.com
5
Redaksi: admin
931