PARENTINGISLAM.ID — Jika berbicara tentang pendidikan anak, sosok Lukman al-Hakim sering dijadikan teladan. Lazimnya, orang akan fokus pada pembahasan muatan nasehat yang terkandung dalam ayat-ayat itu. Muatan nasehat Lukman tersebut memang materi dasar yang sangat asasial bagi pendidikan anak, yaitu aqidah.
Namun, ada hal yang sering luput dari perhatian. Di balik sosok Lukman al-Hakim yang kerap disebut sebagai pendidik agung, hakikat perkembangan anak-anaknya sulit ditemukan dalam catatan-catatan para ulama. Bagaimana tumbuh-kembang, karakter, atau catatan prestasi anak-anaknya? Hampir tak ada rujukan terpercaya yang bisa jadi jawaban.
Bahwa Allah Swt. tidak mengungkapkan lebih lanjut keadaan anak-anak Lukman al-Hakim, tentunya mengandung suatu hikmah. Salah satu hikmah besar yang dapat ditarik adalah terkait tugas mendidik anak yang diemban setiap orang tua. Hal lainnya adalah evaluasi terhadap pelaksanaan tugas mendidik tersebut.
Mendidik adalah soal cara. Bukan hasil. Setiap orang tua diamanahi untuk mendidik anak-anak mereka dengan sebaik-baiknya. Meski tidak bisa memprediksikan hasil pendidikan itu.
Evaluasi atas pendidikan anak bukan diukur dari bagaimana anak peranak menjadi apa. Tapi diukur dari niat, proses, metode, atau kesungguhan sang pendidik. Hal ini penting untuk menyabarkan orang tua memegang prinsip-prinsip pendidikan. Tidak memaksa anak berubah cepat atau hanya karena orang tua ingin jaim di depan orang lain.
Tidak diungkapkannya hakikat anak-anak Lukman merupakan titik muhasabah bagi setiap orang tua. Titik untuk menundukkan kepala, merendahkan hati dan rasa bagi para pendidik agar jangan sampai menganggap diri sebagai pendidik yang lebih berhasil dari pendidik lainnya. Titik untuk membiarkan pemahaman bahwa hanya karena taufik dan hidayah Allah taala, seseorang anak bisa menjadi baik.
Allah Swt. mendidik para sahabat dalam Perang Badar untuk membersihkan jiwa mereka dari rasa ujub dan takabbur (Q.S. 8:17). Mereka diingatkan bahwa jika mereka berhasil membunuh musuh, pada hakikatnya yang membunuh itu adalah Allah ta’ala, bukan mereka. Jika lemparan batu mereka mengenai sasaran, bukan mereka yang melemparkan, tapi Allah Swt. Dengan kondisi batin yang telah dibersihkan dari ujub dan takabur itulah, kemenangan diberikan Allah ta’ala.
Manusia diperintahkan untuk berusaha, bekerja dengan proses yang sebaik-baiknya. Adapun hasil dan penilaian, dikembalikan kepada Sang Maha Hakim dan Maha Alim. [ Nesia Andriana*, dosen Universitas Ibn Khaldun Bogor ]
Sumber: hidayatullah.com
5
Redaksi: admin
829