PARENTINGISLAM.ID – – Terkait hukum khitan sendiri khususnya bagi kaum pria, para ulama masih berbeda pendapat dalam mengambil kesimpulan hukum khitan.
Sebagian ulama menyatakan bahwa hukum khitan adalah wajib, sedangkan sebagian yang lainnya menyatakan sunnah.
Namun khusus untuk hukum khitan bagi wanita, sebagian ulama menyebutnya sunnah berdasarkan pada hadits Nabi berikut ini.
“Dari Ummu ‘Athiyyah r.a. diceritakan bahwa di Madinah ada seorang perempuan tukang sunat/khitan, lalu Rasulullah Saw. bersabda kepada perempuan tersebut: ‘Jangan berlebihan, sebab yang demikian itu paling membahagiakan perempuan dan paling disukai lelaki (suaminya).’” (H.R. Abu Daud dari Ummu ‘Atiyyah r.a.)
Cara mengkhitan wanita adalah dengan menggunting atau memotong sedikit klitoris (tonjolan kecil di atas lubang saluran buang air kecil).
Dalam perkembangannya, saat ini, sebagian kalangan menentangnya karena dianggap berdampak mengurangi kenikmatan atau kepuasan seks wanita di kemudian hari.
Namun tentu saja hal itu tidak menggugurkan ketentuan syara tentang khitan wanita karena Rasul pun telah mengisyaratkan agar mengkhitan wanita meski dilakukan secara tidak berlebihan.
Kalaupun memang muncul kekhawatiran seperti tersebut di atas, maka sebaiknya khitan wanita tidak dilakukan.
Selanjutnya, tidak ada ketentuan khusus mengenai usia anak yang layak untuk dikhitan. Namun demikian, hal ini harus diperhatikan agar dilaksanakan sebelum anak memasuki usia dewasa sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut.
“Ibnu Abbas ditanya, yang artinya: ‘Seusia siapa engkau tatkala Rasulullah Saw. meninggal dunia?’ Ibnu Abas berkata: ‘Saya pada waktu itu sudah dikhitan, dan orang-orang (zaman itu) tidak mengkhitan laki-laki hingga dia baligh.’” (H.R. Bukhari)
Jelaslah bahwa tidak terdapat batasan pasti mengenai kapan khitan itu harus dilakukan pada anak sehingga boleh-boleh saja hal itu dilakukan pada anak usia 7 hari.
Hal ini senada dengan perkataan Ibnu Taymiyah yang pernah menyebutkan bahwa syari’at Nbai Ibrahim a.s. melakukan khitan adalah pada usia 7 hari. Karenanya, kita boleh mengikuti sunnah Ibrahim tersebut selama tidak mendatangkan kemadharatan pada anak.
Terkait bagaimana wanita yang tidak di khitan dan telah dewasa?. Para ulama sendiri tidak ada kesepakatan, sebagian membolehkan meski sedikit dan sebagian tidak menganjurkan wanita dewasa di khitan.
Menurut hematnya, kita kembalikan kepada asal hukumnya yakni sunnah maka jika itu dirasa tidak membahayakan, tentu tidak dilakukan atau tidak di khitan tidak menjadi apa-apa atau tidak mengapa.
Secara khusus khitan untuk perempuan, MUI mengambil sebuah hadis riwayat Ahmad. Bahwa Nabi Saw bersabda: khitan adalah sunah bagi laki-laki dan makrumah (kemuliaan) bagi perempuan.
MUI juga menjelaskan ada perbedaan pendapat di kalangan imam mahzab soal ini. Mazhab Hanafi, Maliki menyatakan sunah sementara Mazhab Syafii menyatakan wajib.
Sementara seorang ulama yang bernama Ibnu Qudamah mengatakan, khitan wajib bagi laki-laki. Sedangkan peremuan adalah sebuah kemualiaan dan kebaikan. Tidak ada kewajiban pada mereka.[]
5
Redaksi: admin
956