PARENTINGISLAM.ID – – Secara istilah, aqiqah berasal dari kata (عَقَّ يَعِقُّ) yang berarti sesuatu yang disembelih ketika menggundul kepala si kecil. Hukum aqiqah berkisar antara wajib dan Sunnah. Namun, pendapat jumhur (mayoritas) ulama menyatakan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah. Namun, sudah sepantasnya bagi orang yang mampu dan diberi kelebihan rezeki oleh Allah, tidak meninggalkan syari’at yang mulia ini.
Imam Ahmad pernah berkata,
إذَا لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ مَا يَعُقُّ ، فَاسْتَقْرَضَ ، رَجَوْت أَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَلَيْهِ ، إحْيَاءَ سُنَّةٍ
“Jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk mengaqiqahi (buah hatinya), maka hendaklah ia mencari utangan. Aku berharap ia mendapatkan ganti di sisi Allah karena ia berarti telah menghidupkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Lalu siapa yang dituntut untuk melaksanakan aqiqah?
Aqiqah dituntut pada ayah, selaku penanggung nafkah. Aqiqah ini diambil dari harta ayah, bukan harta anak.
Sebagaimana disebutkan dalam Subulus Salam, Ash Shon’ani rahimahullah mengatakan, “Menurut Imam Asy Syafi’i, aqiqah itu dituntut dari setiap orang yang menanggung nafkah si bayi. Sedangkan menurut ulama Hambali, aqiqah itu dituntut khusus dari ayah, kecuali jika ayahnya tersebut mati atau terhalang tidak bisa memenuhi aqiqah.”
Namun, jika pada hari kelahiran si buah hati dan ayahnya termasuk orang yang tidak mampu untuk melaksanakan aqiqah, maka aqiqahnya menjadi gugur. Sedangkan, jika sang ayah adalah orang yang mampu, maka sampai dewasa pun si anak dituntut untuk di-aqiqahi.
Bagaimana jika bayi sebenarnya mampu diaqiqahi ketika lahir, namun sampai dewasa belum juga diaqiqahi?
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menerangkan,
“Apabila orang tuanya dahulu adalah orang yang tidak mampu pada saat waktu dianjurkannya aqiqah, maka ia tidak punya kewajiban apa-apa walaupun mungkin setelah itu orang tuanya menjadi kaya. Sebagaimana apabila seseorang miskin ketika waktu pensyariatan zakat, maka ia tidak diwajibkan mengeluarkan zakat, meskipun setelah itu kondisinya serba cukup. Jadi apabila keadaan orang tuanya tidak mampu ketika pensyariatan aqiqah, maka aqiqah menjadi gugur karena ia tidak memiliki kemampuan.
Sedangkan jika orang tuanya mampu melaksanakan aqiqah ketika ia lahir, namun ia menunda aqiqah hingga anaknya dewasa, maka pada saat itu anaknya tetap diaqiqahi walaupun sudah dewasa.”
Sumber : rumaysho.com
3
Red: admin