Konsep Pendidikan Islami dalam Pembentukan Karakter Anak

0
556

PARENTINGISLAM.ID — Pendidikan islami secara luas punya makna yang selaras dengan At-Tarbiyah, yakni sebuah proses pembelajaran yang akan menghasilkan kondisi yang lebih baik dari hari ke hari. Hal ini berdasarkan pernyataan al-Ghazali,

“Pendidikan tidak hanya terbatas pada pengajaran semata. Si penanggung jawab berkewajiban mengawasi anak dari hal sekecil dan sedini mungkin. Ia jangan sampai menyerahkan anak yang berada di bawah tanggung jawabnya untuk diasuh dan disusui kecuali oleh perempuan yang baik, agamis, dan hanya memakan sesuatu yang halal….”

Beliau juga menyampaikan,

“…pendidikan itu mirip seperti pekerjaan seorang petani yang menyiangi duri dan rerumputan agar tanamannya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.”

Melihat luasnya cakupan pendidikan islami, kita akan disadarkan bahwa yang berperan sebagai pendidik yang sebenarnya adalah kedua orang tua dan keluarga. Pembentukan pribadi yang berkarakter dengan konsep pendidikan islami lahir dari keluarga.

Karakter anak terbentuk semenjak dini, bukan sebuah proses yang tiba-tiba. Bukan! Ia adalah proses sejak dalam kandungan ibu. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa karakter anak terbentuk sejak pemilihan siapa ibu dan bapaknya. Oleh karena itu, konsep pendidikan islami sangat menekankan pentingnya pendidikan usia dini yang mengajarkan kepada anak beberapa hal mendasar terkait akidah dan akhlak.

Pendidikan Islami untuk Anak

1. Mendidik Anak untuk Bersyukur

Mensyukuri segala karunia yang Allah berikan dimulai dari keteladanan kedua orang tuanya. Hal pertama dan senantiasa harus ditanamkan adalah kesyukuran atas nikmat iman dan Islam. Karena, jika ruh syukur ini sudah dimiliki, apapun bentuk karunia-Nya akan selalu bermuara pada hati yang ridha.

Hal yang tak boleh diabaikan adalah kesadaran anak bahwa keberadaannya juga sebagai wujud karunia yang harus disyukuri sehingga ia bisa diterima apa adanya dalam lingkungan

2. Mengajarkan Tauhid yang Benar

Tauhid adalah ruh dari pendidikan islami. Jika tauhid anak tidak dikuatkan sejak kecil, ini akan berpengaruh pada usia remajanya dan akan dikhawatirkan berakibat pada syirik, sementara dosa syrik tidak akan diampuni Tuhan. Allah berfirman dalam Alquran,

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” ( Q.S. an-Nisa: 48).

3. Berakhlak baik

Mengajarkan anak mengenai akhlak baik terhadap kedua orang tuanya penting untuk membangun karakter anak. Ajarkan ia berlaku baik bahkan ketika harus berbeda pendapat serta berlemah lembut ketika berbicara dan bersikap. Namun demikian, ketika masalah akidah dan ketaatan kepada Allah Swt. tetaplah tak dapat ditawar-tawar. Ketaatan kepada makhluk, meskipun itu pada ibu dan bapak, tak boleh mengalahkan ketaatan pada Allah Swt.

Akhlak baik juga ditanamkan kepada orang lain. Bahkan, kesadaran untuk berlaku baik haruslah diiringi dengan pemahaman bahwa pengawasan Allah Swt. takkan luput meski amal baik maupun buruk itu hanya bernilai sebesar biji zarrah. Pendidikan islami menjadikan akhlak sebagai tolak ukur kematangan berakidah.

4. Mengajarkan Salat

Kewajiban salat tak boleh lalai untuk diperintahkan kepada anak. Tentu perintah itu sendiri bukan sekadar menyuruh, melainkan telah ada keteledanan dan upaya sadar disertai kesabaran dalam proses pemahaman kepada anak. Dengan demikian, kewajiban salat menjadi sebuah kebutuhan anak seiring tumbuh kembangnya. Rasulullah bersabda,

“Suruhlah anak-anakmu halat bila berumur tujuh tahun dan gunakan pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh tahun dan pisahlah tempat tidur mereka (putra-putri).” (H.R. Abu Dawud).

Meskipun demikian, menyuruh pun perlu proses. Sebab, sebelum umur tujuh tahun, anak sudah diajari, diajak, dan dikenalkan hakikat salat. Butuh waktu yang tidak sedikit untuk menjadikan anak siap untuk mendapatkan perintah. Oleh karena itu, dibutuhkan kesabaran dan ketekunan luar biasa dari orang tua. Dengan demikian, urusan memukul atau memberi hukuman pun baru dianjurkan di usia 10 tahun. Pastinya, pukulan dan hukuman yang diberikan harus tetap dalam koridor pendidikan islami.

5. Mengajarkan untuk Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Ketika keluarga sudah mampu menjadi sentral bagi pendidikan islami, dari keluarga juga anak dipersiapkan untuk bisa berinteaksi dengan anggota masyarakat dengan cara bertanggung jawab.

Suasana yang kondusif harus dibangun agar kebiasaan untuk saling mengingatkan terhadap kelalaian siapa pun dan mencegah terjadinya kemungkaran oleh siapa pun menjadi karakter dasar anak di kemudian hari.

Iklim ini bisa dibangun apabila orang tua mampu bersikap egaliter tanpa harus kehilangan kendali terhadap fungsinya sebagai pendidik karena pendidikan islami berlangsung di sepanjang waktu, dalam kehidupan sehari-hari.

6. Mengajarkan Rendah Hati

Orang tua menekankan kepada anak agar tidak bersikap sombong, berlaku lemah lembut, dan rendah hati. Meminta maaf jika salah, meminta ijin dan meminta tolong jika berkepentingan, serta mengucapkan terima kasih jika mendapatkan bantuan sekecil apa pun merupakan cara mendidik yang terbukti efektif untuk menumbuhkan karakter anak yang santun.

Pendidikan Islami Berdasarkan Asah, Asih, dan Asuh

Pendidikan usia dini yang merupakan basis pembentukan karakter anak yang bertanggung jawab terhadap kehidupannya. Untuk optimalisasi hasilnya, metode yang digunakan harus pas. Tokoh pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara memberikan konsep pendidikan yang bisa diadopsi dalam pendidikan islami, yakni konsep asah, asih, dan asuh.

1. Pola Asah

Pola pendidikan ini dimulai dari merawat dan mengasah kemampuan anak sehingga segenap potensi positifnya bisa muncul dan dapat dioptimalkan secara konsisten dan berkesinambungan. Usia emas anak (0 sampai dengan 6 tahun) merupakan masa yang diyakini bahwa 80% otak anak berkembang pesat.

2. Pola Asih

Pola ini menekankan hubungan batin antara anak dan orang tua serta keluarga yang harmonis. Ikatan batin yang tercipta berlandaskan pada rasa kasih sayang. Jika pola asih ini diterapkan dalam pendidikan islami secara tepat, ia akan menjadikan anak cerdas emosi. Karena kecerdasan emosi memegang peranan sangat penting bagi masa depan anak, keberadaannya bisa memberi manfaat maksimal bagi masyarakat.

Memberikan pujian, penghargaan, dan tanggung jawab sesuai dengan usia dan kemampuan anak akan menstimulasi kematangan dan kecerdasan emosi anak.

3. Pola Asuh

Pendidikan islami menekankan pola ini dengan menitikberatkan pada asupan gizi, kelayakan sandang, dan tempat tinggal yang layak bagi anak. orang tua memastikan bahwa makanan yang baik dan halal saja yang dikonsumsi anak serta fasilitas yang selaras dengan kaidah syari, yaitu tidak berlebihan dan bersahaja.

Kesinergisan pola asah, asih, dan asuh akan menjadikan tumbuh kembang anak optimal, cerdas secara emosi, spiritual, sehat jasmani, dan rohani.

Apabila orang tua berkomitmen terhadap pendidikan islami bagi putra putrinya, akan terbentuk karakter anak yang kuat dan unik di setiap orangnya karena masing-masing anak memiliki corak kepribadian yang berbeda. Namun, kuat dan uniknya karakter telah ter-shibghoh (terwarnai) dengan kesalehan pribadi yang mampu menyalehkan diri dan lingkungannya.

Wallahualam bissawab.

Sumber: abiummi.com

3
Red: admin
Editor: admin
Ilustrasi foto: pixabay
890

Follow Juga Akun Sosial Media Kami 

Instagram : @parenting_islam.id 
Fanspages :Parenting Islam ID 
Youtube : Parenting Islami